Senin, 28 Januari 2008

Mengantar Pak Harto

Seorang anak manusia bernama Haji Muhammad Soeharto berpulang. Tuhan telah menganugerahkan usia panjang, sepanjang kontroversi yang mengiringi hayatnya.
Lahir di Kemusuk, Argomulyo, Yogyakarta, 8 Juni 1921, Pak Harto adalah putera Kertosudiro dan Sukirah. Anak petani itu lalu berkarier sebagai tentara. Ia terpilih menjadi siswa teladan di Sekolah Bintara, Gombong, Jawa Tengah pada 1941, dan bergabung dengan KNIL. Dua puluh enam tahun kemudian, Pak Harto menjadi pejabat presiden. Pada 1968, jabatan presiden resmi di genggamannya dan roda kekuasaan Orde Baru berputar.
Pada medio 1997, krisis ekonomi menerjang. Mahasiswa turun ke jalan, meneriakkan protes. Kekuasaan Orde Baru guyah. Kerusuhan meletus. Pada 21 Mei 1998, Pak Harto mengundurkan diri. Lalu, aparat hukum memburu, hingga saat kepulangannya ke haribaan Tuhan.


Ironisnya, kita ingat, ia naik tahta ketika krisis berlangsung. Ketika Soekarno jatuh, ekonomi Indonesia nyaris kolaps: inflasi mencapai ratusan persen, sektor riil merangkak teramat perlahan. Laju deras pertambahan penduduk membuat situasi kian runyam.

Pak Harto menempuh langkah pragmatis. Ia merekrut sejumlah akademisi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia--jurnalis David Ransom menjuluki mereka sebagai "Berkeley Mafia." Lepas dari sinisme itu, pilihan tersebut terbilang tepat. Hanya dalam empat tahun, inflasi bertengger di bawah sepuluh persen. Ini menjadi langkah pertama untuk menggapai angka pertumbuhan ekonomi yang mengesankan. Para analis kemudian menggadang-gadang Indonesia sebagai "Macan Asia" berikut.

Di masa kekuasaan The Smiling General ini, wajah Indonesia berubah drastis. Tentu, bukan tanpa cacat di sana-sini; terkait praktik korupsi yang berlangsung massif dan pelanggaran hak asasi manusia. Dalam ranah ekonomi, fakta ketidakmerataan menjadi sasaran kritik keras.

Sepeninggal Pak Harto, sejuta cerita tersisa. Silakan mengandalkan "kecerdasan individual" untuk memosisikannya secara proporsional dalam kancah sejarah Indonesia.

Mestinya kita dibantu putusan pengadilan atasnya, baik pidana maupun perdata. Tapi, dalam hampir sepuluh tahun terakhir, kesempatan itu disia-siakan sejumlah rezim era reformasi. Apa boleh buat, bangsa ini kembali kehilangan satu modal penting untuk melangkah ke depan.

Selamat Jalan, Pak Harto.

1 komentar:

`.¨☆¨geLLy¨☆¨.´ mengatakan...

gell turut berduka atas meninggalnya pak Harto moga di ampuni dosa-dosanya N keluarga yang di tinggal di beri ketahaban amieNNN